Minggu, 23 Desember 2012

Selamat Natal


Saya gak bermaksud sotoy, apatah ilmu saya dibandingkan para ulama ahli hadist, ahli tafsir, ahli segala macam dibidang ilmu agama Islam. Untuk sekedar mendekatkan diri pada Illahi dan mencoba menerapkan sifat Illahiah-nya, saya sudah terseok-seok. Saya cuma merasa terganggu dengan fatwa MUI baru-baru ini, soal larangan mengucapkan selamat Natal… http://www.tempo.co/read/news/2012/12/20/173449329/MUI-Umat-Islam-Tidak-Usah-Ucapkan-Selamat-Natal

Walau banyak tokoh nasional muslim seperti pak Jusuf Kala yang  terang-terangan menentang fatwa ini http://www.tempo.co/read/news/2012/12/20/078449400/JK-Abaikan-Fatwa-MUI-Soal-Ucapan-Selamat-Natal. Bahkan Gus Sholah, yang jelas2 memimpin salah satu pondok pesantren terbesar di Indonesia dan tokoh NU juga tidak mendukungnnya http://www.hidayatullah.com/read/26450/21/12/2012/mui-larang-muslim-ucapkan-selamat-natal,-gus-sholah-justru-bolehkan.html
Tetap saja bagi saya seruan berlabel fatwa ini tak mengenakkan hati.  Di dunia maya, dan saya yakin dalam banyak pengajian maupun khutbah Jum’at di Indonesia, seruan MUI ini disambut  para muslim “garis saklek.

Sekali lagi, saya tegaskan ketidak-inginan mengklaim diri saya seorang alim ahli agama. Akan tetapi dari penelusuran saya mengenai issue ini, umumnya yang melarang pengucapan selamat natal dengan alasan:
1. Mengucapkan selamat Natal artinya sama dengan setuju dengan ajaran, bahwa mengenai ketuhanan Kristus (p.s dalam agama Islam, Kristus adalah seorang nabi, yakni Isa A.S)
2. Mengucapkan selamat Natal artinya ikut serta dalam ritual keagamaan yang menyertai perayaan natal tersebut

Bahwa ikut serta dalam ritual agama orang lain adalah perbuatan keliru (atau “haram” menurut status hukum dalam Islam) saya setuju. Tolerasi antar umat beragama merupakan kunci peradaban, namun mencampur-baurkan ajaran agama, saya kira justru antithesis. Bagi saya, partisipasi dalam ritual agama orang lain, termasuk dalam mencampur-baurkan agama (Referesi Qur’an Al Kafirun : 6…”Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku." ).

Konsistensi dalam beragama  (“istiqomah”) dan menjalankan secara utuh ajaran agama ("kaffah")  sangat penting dalam meningkatkan kualitas keimanan dan ketaqwaan. Rationale sederhana ini menguatkan keyakinan saya, bahwa bagi saya larangan pengucapan natal (atau perayaan lain dari keimanan lain) bentuk inkonsistensi pelaksanaan ajaran agama Islam.

Tuhan menciptakan manusia berjenis-jenis ras, budaya dan agama. Jika Tuhan kehendaki, bisa dari awal Tuhan menciptakan manusia beragama Islam semua atau Kristen semua, atau Hindu semua. Terang benderang Allah menjelaskan “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal (QS Al Hujarat; 13)

Ayat Qur’an diatas tak perlu rocket science, untuk paham bahwa Allah sendiri yang menginginkan keragaman, yang tujuannya “supaya kamu saling kenal mengenal”. Ini merupakan key success factor untuk menjadi “yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa”.
Oleh karena saling kenal mengenal disini, harus dipahami dalam arti yang luas, maka menurut hemat saya, jika mengucapkan selamat natal adalah bagian dari upaya untuk saling kenal mengenal, dilarang.... terus bagaimana cara mencapai taqwa?

Untuk saya, mengucapkan natal adalah implementasi dari perbuatan baik, yang tak mungkin bisa dibantah termasuk perintah agama: “Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan Berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang Berlaku adil.” (QS. Al Mumtahanah : 8). Bahwa ucapan natal tidak dan tidak akan pernah berarti setuju dengan aspek aqidah dari ajaran Kristiani...toh sebangun dengan itu ucapan Iedul Fitri dari umat Kristiani, tidak serta merta kawan-kawan itu sepakat dengan aspek Aqidah dari Iedul Fitri bukan?

Perayaan hari besar keagamaan adalah bagian tradisi umat, bangsa dan keluarga di Indonesia. Jika umat Islam tidak mengucapkan selamat natal pada kawan-kawan Kristiani, jangan marah juga dan apalagi berharap-harap bahwa mereka akan mengucapkan Selamat Lebaran kepada muslim. Sesuatu gejala yang belakangan ini makin mengemuka……

Terakhir, "Kepunyaan Allah-lah apa yang di langit dan apa yang di bumi, dan adalah (pengetahuan) Allah Maha Meliputi segala sesuatu"  (QS An Nissa: 126).

Selamat Natal 2012, bagi kawan-kawan yang merayakan.

Oka Widana
@ahli_keuangan
@owidana
www.ahlikeuangan-indonesia.com
okawidana.blogspot.com