Saya gak bermaksud sotoy, apatah ilmu saya dibandingkan para
ulama ahli hadist, ahli tafsir, ahli segala macam dibidang ilmu agama Islam. Untuk sekedar mendekatkan diri pada Illahi dan
mencoba menerapkan sifat Illahiah-nya, saya sudah terseok-seok. Saya cuma merasa terganggu dengan fatwa
MUI baru-baru ini, soal larangan mengucapkan selamat Natal… http://www.tempo.co/read/news/2012/12/20/173449329/MUI-Umat-Islam-Tidak-Usah-Ucapkan-Selamat-Natal
Walau banyak tokoh nasional muslim seperti pak Jusuf Kala
yang terang-terangan menentang fatwa ini
http://www.tempo.co/read/news/2012/12/20/078449400/JK-Abaikan-Fatwa-MUI-Soal-Ucapan-Selamat-Natal. Bahkan Gus Sholah, yang jelas2 memimpin salah satu pondok pesantren terbesar di
Indonesia dan tokoh NU juga tidak mendukungnnya http://www.hidayatullah.com/read/26450/21/12/2012/mui-larang-muslim-ucapkan-selamat-natal,-gus-sholah-justru-bolehkan.html
Tetap saja bagi saya seruan berlabel fatwa ini tak
mengenakkan hati. Di dunia maya, dan
saya yakin dalam banyak pengajian maupun khutbah Jum’at di Indonesia, seruan MUI ini disambut para muslim “garis saklek.
Sekali lagi, saya tegaskan ketidak-inginan mengklaim diri saya seorang alim
ahli agama. Akan tetapi dari penelusuran saya mengenai issue ini, umumnya yang
melarang pengucapan selamat natal dengan alasan:
1. Mengucapkan selamat Natal artinya sama dengan setuju
dengan ajaran, bahwa mengenai ketuhanan Kristus (p.s dalam agama Islam, Kristus
adalah seorang nabi, yakni Isa A.S)
2. Mengucapkan selamat Natal artinya ikut serta dalam ritual
keagamaan yang menyertai perayaan natal tersebut
Bahwa ikut serta dalam ritual agama orang lain adalah
perbuatan keliru (atau “haram” menurut status hukum dalam Islam) saya setuju.
Tolerasi antar umat beragama merupakan kunci peradaban, namun mencampur-baurkan
ajaran agama, saya kira justru antithesis. Bagi saya, partisipasi dalam ritual
agama orang lain, termasuk dalam mencampur-baurkan agama (Referesi Qur’an Al Kafirun : 6…”Untukmu agamamu, dan
untukkulah, agamaku." ).
Konsistensi dalam beragama (“istiqomah”) dan menjalankan secara utuh ajaran agama ("kaffah") sangat penting dalam meningkatkan kualitas keimanan dan ketaqwaan. Rationale sederhana ini menguatkan keyakinan saya, bahwa bagi
saya larangan pengucapan natal (atau perayaan lain dari keimanan lain) bentuk
inkonsistensi pelaksanaan ajaran agama Islam.
Tuhan menciptakan manusia berjenis-jenis ras, budaya dan
agama. Jika Tuhan kehendaki, bisa dari awal Tuhan menciptakan manusia
beragama Islam semua atau Kristen semua, atau Hindu semua. Terang benderang
Allah menjelaskan “Hai manusia,
sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan
dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling
kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah
ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui
lagi Maha Mengenal (QS Al Hujarat; 13)
Ayat Qur’an diatas tak perlu rocket science, untuk
paham bahwa Allah sendiri yang menginginkan keragaman, yang tujuannya “supaya
kamu saling kenal mengenal”. Ini merupakan key success factor untuk menjadi “yang paling mulia diantara kamu disisi Allah
ialah orang yang paling taqwa”.
Oleh karena saling kenal mengenal disini, harus dipahami
dalam arti yang luas, maka menurut hemat saya, jika mengucapkan selamat natal adalah
bagian dari upaya untuk saling kenal mengenal, dilarang.... terus bagaimana cara
mencapai taqwa?
Untuk saya, mengucapkan natal adalah
implementasi dari perbuatan baik, yang tak mungkin bisa dibantah termasuk
perintah agama: “Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik
dan Berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan
tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang Berlaku adil.” (QS. Al Mumtahanah : 8). Bahwa ucapan natal tidak dan tidak akan pernah berarti setuju dengan aspek aqidah dari ajaran Kristiani...toh sebangun dengan itu ucapan Iedul Fitri dari umat Kristiani, tidak serta merta kawan-kawan itu sepakat dengan aspek Aqidah dari Iedul Fitri bukan?
Perayaan hari besar keagamaan adalah bagian tradisi umat,
bangsa dan keluarga di Indonesia. Jika umat Islam tidak mengucapkan selamat
natal pada kawan-kawan Kristiani, jangan marah juga dan apalagi berharap-harap
bahwa mereka akan mengucapkan Selamat Lebaran kepada muslim. Sesuatu gejala
yang belakangan ini makin mengemuka……
Terakhir, "Kepunyaan Allah-lah apa yang di langit dan apa
yang di bumi, dan adalah (pengetahuan) Allah Maha Meliputi segala sesuatu" (QS An Nissa: 126).
Selamat Natal 2012, bagi kawan-kawan yang merayakan.
Oka Widana
@ahli_keuangan
@owidana
www.ahlikeuangan-indonesia.com
okawidana.blogspot.com