Mulai tahun ini Muhammadyah tidak mengikuti sidang Isbath,
yakni sidang yang diselenggarakan Menteri Agama RI untuk menetapkan awal puasa dan
Iedul Fitri. Menurut pak Din Syamsuddin Ketum Muhammadyah, sidang isbath itu lebih
banyak berisi pikiran-pikiran subyektif pemerintah. Selain itu tidak ada
musyawarah dan tidak ada diskusi. Pak Din juga menuding pemerintah tidak
mengayomi seluruh umat Islam di Indonesia, termasuk yang berbeda pendapat http://nasional.vivanews.com/news/read/330354-tahun-ini-muhammadiyah-tak-ikut-sidang-isbat
Saya kok merasa Muhamadyah masih tidak bisa menerima hasil
sidang Isbath tahun 2011 lalu, yang seolah-olah pendapatnya minoritas, kemudian
dikalahkan oleh Pemerintah. Apalagi tahun lalu ada seorang pakar astronomi
Prof. Thomas, yang dengan sangat cair dan mudah dicerna memaparkan argumentasi
yang salah satunya mengatakan bahwa asumsi yang dipakai Muhammadyah selama ini
dalam menentukan 1 Ramadan dan 1 Syawal sudah usang. Sehingga hasil
perhitungannyapun tidak akurat http://tdjamaluddin.wordpress.com/2012/05/23/konsep-geosentrik-yang-usang-menginspirasi-wujudul-hilal/
Kecurigaan saya ini bukannya tanpa dasar, karena ketidaknyamanan
terhadap Prof. Thomas jelas nampak dan tak segan diutarakan. Contohnya apa yang
disampaikan mas Saleh Partaonan Daulay, Ketua PP Pemuda Muhamadyah yang juga
dosen UIN Jakarta. Bagi saya aneh aja mas Saleh ini, bukannya adu wacana dari
sisi metode science yang dipakai, malah mengkritik soal cara bicara dan bahkan
dibilang cakrawala befikirnya harus diperluas http://www.pemuda-muhammadiyah.or.id/component/content/article/1779-kalimatnya-tidak-cerdas-cakrawala-berpikir-prof-thomas-djamaluddin-harus-diperluas.html
Dilain pihak pak Din menyatakan bahwa Muhammadyah dalam
menentukan 1 Ramadhan dan 1 Syawal menggunakan metode astronomi, yang sudah
teruji dan bahkan 1 Ramadhan serta 1
Syawal untuk 100 tahun kedepan sudah ditentukan. Saya kutip ,”Kami sudah bisa
menetapkan awal puasa, juga hari raya, sampai 100 tahun ke depan. Hal itu
karena kami memiliki rumus esakta, seperti astronomi dan falak, sehingga sidang
isbath tidak diperlukan lagi oleh kami” http://nasional.kompas.com/read/2012/06/27/19425141/Mulai.Tahun.Ini.Muhammadiyah.Tidak.Ikut.Sidang.Isbat.
lebih lanjut beliau bilang “Al Quran menyuruh kita untuk pandai berhitung” http://nasional.vivanews.com/news/read/330354-tahun-ini-muhammadiyah-tak-ikut-sidang-isbat
Analisis saya yang cetek justru menemukan gapnya disini.
Prof Thomas bilang, asumsi yang dipakai Muhammadyah sudah tidak tepat. Muhammadyah
bilang, metodenya sudah teruji dan menolak untuk meninjau asumsi yang dipakai. Sedangkan
soal metode, kita tidak sangsikan keduanya menggunakan ilmu Astronomi. Jadi ini
soal asumsi yang dipakai…siapa yang benar?
Saya bukan ahli astronomi, saya tak tahu siapa yang benar. Saya
cuma bisa mengasumsikan asumsi yang benar. http://tdjamaluddin.wordpress.com/2011/11/04/hisab-wujudul-hilal-muhammadiyah-menghadapi-masalah-dalil-dan-berpotensi-menjadi-pseudosains/
Tidak usah jadi ahli syariah atau Professor Astronomi untuk
tahu prinsip-prinsip dasar dalam science. Harap diingat bahwa dalam agama yang
diatur adalah prinsip “hilal”, nah manusia mengintepreasikan prinsip “hilal”
ini dengan menerapkan asumsi-asumsi yang murni buatan manusia jaman kini. Saya
setuju dengan pak Din, bahwa metode perhitungannya eksak dan baku , jadi itu gak usah diperdebatakan. Tetapi
soal asumsi? Kenapa enggan meninjaunya? even pak
Thomas Cuma bilang asumsi usang, alias sudah lama tidak dipakai, bukan berarti
salah….http://tdjamaluddin.wordpress.com/2011/08/27/muhammadiyah-terbelenggu-wujudul-hilal-metode-lama-yang-mematikan-tajdid-hisab/
Saya ini sebenarnya Muhammadyah asli. Cara saya shalat dan
menerapkan berbagai macam ritual agama, mengikuti cara-cara Muhammadyah. Bahkan
saya pernah menjadi pengurus organisasi pelajar dibawah Muhammadyah (tingkat
propinsi waktu itu). Akan tetapi kali ini saya agak heran, dengan sikap Muhammadyah
yang tercermin dari komentar pak Din. Bukankah Muhammadyah mengklaim dirinya
sebagai gerakan pembaharuan? Kenapa alergi dengan pembaharuan…. Bukankan agama Islam mengharuskan silaturahmi? Bukankah ukhuwah penting? Apa yang disampaikan
pak Din, seperti bermain politik tarik ulur. Muhammadyah jangan hanya mikirin
member atau massanya saja, tetapi mikir umat Islam se Indonesia …. Apa
yang diperbuat kali ini menambah kebingungan.
Seharusnya langkah seperti yang pernah ditempuh Muhammadyah
misalnya berpartisipasi dalam Musyawarah
Nasional Hisab dan Rukyat dan upaya untuk menemukan titik temu terus dilanjutkan http://puslitbang1.balitbangdiklat.kemenag.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=148:munas-sepakati-kalender-islam-tunggal&catid=9:kub&Itemid=202.
Disitu jelas kok disebutkan bahwa titik temu (dalam menentukan asumsi) belum tercapai.
Ya diusahakan dong. Apa memang sama sekali buntu? terus mutung meninggalkan
gelanggang, dan membiarkan kegaduhan terjadi?
Oka Widana
@ahli_keuangan
www.ahlikeuangan_indonesia.com
okawidana.blogspot.com