Ada banyak acara di Televisi kita, ratusan jumlahnya. Akan tetapi
hanya 1 atau 2 yang benar-benar saya nantikan penayangannya, karena memang sangat bagus. Salah satu acara yang saya maksud adalah Coffee Story di Kompas TV tiap Salasa malam. Alasannya tentu karena
saya maniak kopi, namun lebih dari itu, acara ini menimbulkan kebanggaan dan
kecintaan akan khazanah kekayaan hayati negeri yang namanya Indonesia ini.
Ngomong-ngomong soal kopi, secara umum jenis kopi dibagi
menjadi dua, Robusta dan Arabica (masih ada dua jenis lagi sebenarnya kopi liberica
dan kopi excelsa, yang agak sulit dijumpai). Kopi Arabica (yang tumbuh
diketinggian 800-1000 dpl) dibagi menjadi dua katagori, yakni commercial arabica
dan exotic arabica. Indonesia memang bukan produsen commercial arabica terbesar
didunia, namun penghasil exotic arabica terbesar didunia. Sedangkan Robusta
tumbuh didataran lebih rendah. Kopi Arabica dianggap lebih berkualitas daripada
Robusta.
Ada 6 exotic
arabica asal Indonesia; Gayo dari Aceh, Mandheling dari Sumatera Utara, Java
dari pulau jawa utamanya Jawa Timur, Kintamani dari Bali (kampung halaman saya), Toraja atau
Kalosi dari Sulawesi dan Mangkuraja ini jenis baru dari Bengkulu. Diwarung kopi
cap ikan duyung (Starbucks) pernah dijual kopi Sumatera (brewed coffee), konon
ini adalah jenis Gayo dan Mandheling (mereka menganggap 1 type saja, no wonder
taste-nya kadang sedikit berbeda). Ada juga yang menambahkan jenis kopi exitoc
ini yakni kopi wamena yang ditanam di Pegunungan dekat Wamena, Papua. Konon
(saya sendiri belum pernah coba), rasanya mirip Blue Mountain (satu-satunya
exotic arabica yang dihasilkan oleh negara non Indonesia, yakni Jamaica).
Selain 6 atau 7 jenis exotic coffee asal Indonesia, masih
ada tipe kopi lain…saya katakan tipe, bukan jenis, karena mungkin secara jenis
masuk kedalam 6 -7 diatas namun tetap spesifik. Yang pertama adalah kopi
lanang, yang biji kopinya bulat (tidak belah) dihasilkan dari Jawa Timur, konon
untuk vitalitas (bedakan dengan kopi tongkat ali asal Malaysia, yang merupakan
kopi dicampur ramuan herbal untuk vitalitas). Yang berikutnya adalah kopi
luwak, kopi tereksotik didunia dan termahal (sekaligus terjorok). Saya belum
sempat banyak mencicipi kopi luwak ini karena harganya yang selangit, sehingga
belum bisa membedakan jenis-jenisnya. Akan tetapi saya percaya bahwa kopi luwak
sematera pasti berbeda dengan kopi luwak jawa. Ini yang harus terus didalami
dan jika memungkinkan dikembangkan.
Terlepas dari itu semua….cerita mengenai perkopian, acara
Kompas TV yang saya sebut diatas Coffee Story adalah contoh nyata dari yang namanya
edutainment. Edukasi sekaligus menghibur (entertainment). Tentu berbeda dengan
infotainment (yang konon artinya informasi dan entertainment), lebih banyak
berisi informasi sampah (gosip, perceraian, artis belanja atau artis
jalan-jalan) dibungkus sedemikian rupa sehingga diharapkan bisa menghibur.
Edutainment tidak atau kurang komersiil, hanya sedikit orang tertarik dengan
acara seperti ini.
Makanya, saya harus angkat topi kepada group Kompas Gramedia
pemilik Kompas TV yang berani sedikit banyak menanggalkan komersialitas demi
sebuah idealisme mengenalkan tanah air ini kepada khalayak pemirsa Indonesia,
yang nota bene pemilik dan pewaris syah tanah air Indonesia. Banyak acara
serupa Coffee Story semisal Hidden Paradise, Teroka, Expedisi Cincin Api dan
lain-lain, yang dibuat punggawa Kompas TV ini. Gambar-gambar yang disajikan
bernuansa kuning (cerah), dengan tujuan menekankan aspek keindahan alam. Bagi
saya, ini sangat menggugah.
Edutainment tidak banyak menghasilkan uang, mungkin malah merugi.
Kecuali business modelnya dibuat mirip Discovery Channel group atau National
Geographic, yang tak perlu iklan banyak-banyak, karena hanya bisa disaksikan di
TV berbayar (cable tv). Lha Kompas TV kan gratisan? Mereka terbalik, sebagian
besar revenue mengandalkan iklan….mungkin sedikit ada pemasukan dari cable TV
operator (semacam Indovision, Cable Vision dll) tetapi saya kira tak banyak.
Kecuali jika Kompas TV go international dan mengekspor program-programnya (mirip
Asian Food Channel (AFC), berbasis di Singapura kalo tak salah), mungkin bisa
untung. Saya percaya Kompas TV bisa, karena kualitas program yang disajikan
sangat, sangat baik.
TV jelas
merupakan sarana yang sangat efektif untuk belajar, bagi kita orang dewasa,
namun terutama untuk anak-anak. Orang tua seperti saya (dan teman-teman) disini
seharusnya mendorong anak-anak hanya menonton acara-acara yang membawa manfaat
bagi mereka. Selain itu, matikan saja TV itu. Yang saya rasakan sekarang TV,
cuma jadi pendorong konsumerisme dan hiburan dangkal. Saya tahu, rakyat
Indonesia ini beragam, gak semuanya makan sekolahan seperti saya atau Anda.
Akan tetapi saya kira, pengelola TV bisa kok membuat acara-acara yang bertujuan
membangun karekater bangsa Indonesia. Acara-acara musik, lawakan, infotainment
dan sinetron (yang diputar sepanjang hari) hanya tepat untuk menciptakan
generasi muda alay. Kompas TV telah membuat suatu pengecualian.
Sungguh suatu tag
line yang tepat ”Kompas TV, inspirasi Indonesia”
Oka Widana
@ahli_keuangan
www.ahlikeuangan_indonesia.com
okawidana.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar