Kamis, 21 Juni 2012

Coffee Story


Ada banyak acara di Televisi kita, ratusan jumlahnya. Akan tetapi hanya 1 atau 2 yang benar-benar saya nantikan penayangannya, karena memang sangat bagus. Salah satu acara yang saya maksud adalah Coffee Story di Kompas TV tiap Salasa malam. Alasannya tentu karena saya maniak kopi, namun lebih dari itu, acara ini menimbulkan kebanggaan dan kecintaan akan khazanah kekayaan hayati negeri yang namanya Indonesia ini.

Ngomong-ngomong soal kopi, secara umum jenis kopi dibagi menjadi dua, Robusta dan Arabica (masih ada dua jenis lagi sebenarnya kopi liberica dan kopi excelsa, yang agak sulit dijumpai). Kopi Arabica (yang tumbuh diketinggian 800-1000 dpl) dibagi menjadi dua katagori, yakni commercial arabica dan exotic arabica. Indonesia memang bukan produsen commercial arabica terbesar didunia, namun penghasil exotic arabica terbesar didunia. Sedangkan Robusta tumbuh didataran lebih rendah. Kopi Arabica dianggap lebih berkualitas daripada Robusta.

Ada 6 exotic arabica asal Indonesia; Gayo dari Aceh, Mandheling dari Sumatera Utara, Java dari pulau jawa utamanya Jawa Timur, Kintamani dari  Bali (kampung halaman saya), Toraja atau Kalosi dari Sulawesi dan Mangkuraja ini jenis baru dari Bengkulu. Diwarung kopi cap ikan duyung (Starbucks) pernah dijual kopi Sumatera (brewed coffee), konon ini adalah jenis Gayo dan Mandheling (mereka menganggap 1 type saja, no wonder taste-nya kadang sedikit berbeda). Ada juga yang menambahkan jenis kopi exitoc ini yakni kopi wamena yang ditanam di Pegunungan dekat Wamena, Papua. Konon (saya sendiri belum pernah coba), rasanya mirip Blue Mountain (satu-satunya exotic arabica yang dihasilkan oleh negara non Indonesia, yakni Jamaica).

Selain 6 atau 7 jenis exotic coffee asal Indonesia, masih ada tipe kopi lain…saya katakan tipe, bukan jenis, karena mungkin secara jenis masuk kedalam 6 -7 diatas namun tetap spesifik. Yang pertama adalah kopi lanang, yang biji kopinya bulat (tidak belah) dihasilkan dari Jawa Timur, konon untuk vitalitas (bedakan dengan kopi tongkat ali asal Malaysia, yang merupakan kopi dicampur ramuan herbal untuk vitalitas). Yang berikutnya adalah kopi luwak, kopi tereksotik didunia dan termahal (sekaligus terjorok). Saya belum sempat banyak mencicipi kopi luwak ini karena harganya yang selangit, sehingga belum bisa membedakan jenis-jenisnya. Akan tetapi saya percaya bahwa kopi luwak sematera pasti berbeda dengan kopi luwak jawa. Ini yang harus terus didalami dan jika memungkinkan dikembangkan.

Terlepas dari itu semua….cerita mengenai perkopian, acara Kompas TV yang saya sebut diatas Coffee Story adalah contoh nyata dari yang namanya edutainment. Edukasi sekaligus menghibur (entertainment). Tentu berbeda dengan infotainment (yang konon artinya informasi dan entertainment), lebih banyak berisi informasi sampah (gosip, perceraian, artis belanja atau artis jalan-jalan) dibungkus sedemikian rupa sehingga diharapkan bisa menghibur. Edutainment tidak atau kurang komersiil, hanya sedikit orang tertarik dengan acara seperti ini.

Makanya, saya harus angkat topi kepada group Kompas Gramedia pemilik Kompas TV yang berani sedikit banyak menanggalkan komersialitas demi sebuah idealisme mengenalkan tanah air ini kepada khalayak pemirsa Indonesia, yang nota bene pemilik dan pewaris syah tanah air Indonesia. Banyak acara serupa Coffee Story semisal Hidden Paradise, Teroka, Expedisi Cincin Api dan lain-lain, yang dibuat punggawa Kompas TV ini. Gambar-gambar yang disajikan bernuansa kuning (cerah), dengan tujuan menekankan aspek keindahan alam. Bagi saya, ini sangat menggugah.

Edutainment tidak banyak menghasilkan uang, mungkin malah merugi. Kecuali business modelnya dibuat mirip Discovery Channel group atau National Geographic, yang tak perlu iklan banyak-banyak, karena hanya bisa disaksikan di TV berbayar (cable tv). Lha Kompas TV kan gratisan? Mereka terbalik, sebagian besar revenue mengandalkan iklan….mungkin sedikit ada pemasukan dari cable TV operator (semacam Indovision, Cable Vision dll) tetapi saya kira tak banyak. Kecuali jika Kompas TV go international dan mengekspor program-programnya (mirip Asian Food Channel (AFC), berbasis di Singapura kalo tak salah), mungkin bisa untung. Saya percaya Kompas TV bisa, karena kualitas program yang disajikan sangat, sangat baik.

TV jelas merupakan sarana yang sangat efektif untuk belajar, bagi kita orang dewasa, namun terutama untuk anak-anak. Orang tua seperti saya (dan teman-teman) disini seharusnya mendorong anak-anak hanya menonton acara-acara yang membawa manfaat bagi mereka. Selain itu, matikan saja TV itu. Yang saya rasakan sekarang TV, cuma jadi pendorong konsumerisme dan hiburan dangkal. Saya tahu, rakyat Indonesia ini beragam, gak semuanya makan sekolahan seperti saya atau Anda. Akan tetapi saya kira, pengelola TV bisa kok membuat acara-acara yang bertujuan membangun karekater bangsa Indonesia. Acara-acara musik, lawakan, infotainment dan sinetron (yang diputar sepanjang hari) hanya tepat untuk menciptakan generasi muda alay. Kompas TV telah membuat suatu pengecualian.

Sungguh suatu tag line yang tepat ”Kompas TV, inspirasi Indonesia”




Oka Widana
@ahli_keuangan
www.ahlikeuangan_indonesia.com
okawidana.blogspot.com
Gak dibayar apapun sama Kompas.TV, melainkan kepuasan menonton acara-acaranya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar