Kamis, 28 Juni 2012

Sidang Isbath


Mulai tahun ini Muhammadyah tidak mengikuti sidang Isbath, yakni sidang yang diselenggarakan Menteri Agama RI untuk menetapkan awal puasa dan Iedul Fitri. Menurut pak Din Syamsuddin Ketum Muhammadyah, sidang isbath itu lebih banyak berisi pikiran-pikiran subyektif pemerintah. Selain itu tidak ada musyawarah dan tidak ada diskusi. Pak Din juga menuding pemerintah tidak mengayomi seluruh umat Islam di Indonesia, termasuk yang berbeda pendapat http://nasional.vivanews.com/news/read/330354-tahun-ini-muhammadiyah-tak-ikut-sidang-isbat

Saya kok merasa Muhamadyah masih tidak bisa menerima hasil sidang Isbath tahun 2011 lalu, yang seolah-olah pendapatnya minoritas, kemudian dikalahkan oleh Pemerintah. Apalagi tahun lalu ada seorang pakar astronomi Prof. Thomas, yang dengan sangat cair dan mudah dicerna memaparkan argumentasi yang salah satunya mengatakan bahwa asumsi yang dipakai Muhammadyah selama ini dalam menentukan 1 Ramadan dan 1 Syawal sudah usang. Sehingga hasil perhitungannyapun tidak akurat http://tdjamaluddin.wordpress.com/2012/05/23/konsep-geosentrik-yang-usang-menginspirasi-wujudul-hilal/
Kecurigaan saya ini bukannya tanpa dasar, karena ketidaknyamanan terhadap Prof. Thomas jelas nampak dan tak segan diutarakan. Contohnya apa yang disampaikan mas Saleh Partaonan Daulay, Ketua PP Pemuda Muhamadyah yang juga dosen UIN Jakarta. Bagi saya aneh aja mas Saleh ini, bukannya adu wacana dari sisi metode science yang dipakai, malah mengkritik soal cara bicara dan bahkan dibilang cakrawala befikirnya harus diperluas http://www.pemuda-muhammadiyah.or.id/component/content/article/1779-kalimatnya-tidak-cerdas-cakrawala-berpikir-prof-thomas-djamaluddin-harus-diperluas.html

Dilain pihak pak Din menyatakan bahwa Muhammadyah dalam menentukan 1 Ramadhan dan 1 Syawal menggunakan metode astronomi, yang sudah teruji dan bahkan 1  Ramadhan serta 1 Syawal untuk 100 tahun kedepan sudah ditentukan. Saya kutip ,”Kami sudah bisa menetapkan awal puasa, juga hari raya, sampai 100 tahun ke depan. Hal itu karena kami memiliki rumus esakta, seperti astronomi dan falak, sehingga sidang isbath tidak diperlukan lagi oleh kami” http://nasional.kompas.com/read/2012/06/27/19425141/Mulai.Tahun.Ini.Muhammadiyah.Tidak.Ikut.Sidang.Isbat. lebih lanjut beliau bilang “Al Quran menyuruh kita untuk pandai berhitung” http://nasional.vivanews.com/news/read/330354-tahun-ini-muhammadiyah-tak-ikut-sidang-isbat

Analisis saya yang cetek justru menemukan gapnya disini. Prof Thomas bilang, asumsi yang dipakai Muhammadyah sudah tidak tepat. Muhammadyah bilang, metodenya sudah teruji dan menolak untuk meninjau asumsi yang dipakai. Sedangkan soal metode, kita tidak sangsikan keduanya menggunakan ilmu Astronomi. Jadi ini soal asumsi yang dipakai…siapa yang benar?

Saya bukan ahli astronomi, saya tak tahu siapa yang benar. Saya cuma bisa mengasumsikan asumsi yang benar. http://tdjamaluddin.wordpress.com/2011/11/04/hisab-wujudul-hilal-muhammadiyah-menghadapi-masalah-dalil-dan-berpotensi-menjadi-pseudosains/ 

Tidak usah jadi ahli syariah atau Professor Astronomi untuk tahu prinsip-prinsip dasar dalam science. Harap diingat bahwa dalam agama yang diatur adalah prinsip “hilal”, nah manusia mengintepreasikan prinsip “hilal” ini dengan menerapkan asumsi-asumsi yang murni buatan manusia jaman kini. Saya setuju dengan pak Din, bahwa metode perhitungannya eksak dan baku, jadi itu gak usah diperdebatakan. Tetapi soal asumsi? Kenapa enggan meninjaunya? even pak Thomas Cuma bilang asumsi usang, alias sudah lama tidak dipakai, bukan berarti salah….http://tdjamaluddin.wordpress.com/2011/08/27/muhammadiyah-terbelenggu-wujudul-hilal-metode-lama-yang-mematikan-tajdid-hisab/

Saya ini sebenarnya Muhammadyah asli. Cara saya shalat dan menerapkan berbagai macam ritual agama, mengikuti cara-cara Muhammadyah. Bahkan saya pernah menjadi pengurus organisasi pelajar dibawah Muhammadyah (tingkat propinsi waktu itu). Akan tetapi kali ini saya agak heran, dengan sikap Muhammadyah yang tercermin dari komentar pak Din. Bukankah Muhammadyah mengklaim dirinya sebagai gerakan pembaharuan? Kenapa alergi dengan pembaharuan…. Bukankan agama Islam mengharuskan silaturahmi? Bukankah ukhuwah penting? Apa yang disampaikan pak Din, seperti bermain politik tarik ulur. Muhammadyah jangan hanya mikirin member atau massanya saja, tetapi mikir umat Islam se Indonesia…. Apa yang diperbuat kali ini menambah kebingungan.

Seharusnya langkah seperti yang pernah ditempuh Muhammadyah misalnya berpartisipasi dalam  Musyawarah Nasional Hisab dan Rukyat dan upaya untuk menemukan titik temu terus  dilanjutkan http://puslitbang1.balitbangdiklat.kemenag.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=148:munas-sepakati-kalender-islam-tunggal&catid=9:kub&Itemid=202. Disitu jelas kok disebutkan bahwa titik temu (dalam menentukan asumsi) belum tercapai. Ya diusahakan dong. Apa memang sama sekali buntu? terus mutung meninggalkan gelanggang, dan membiarkan kegaduhan terjadi?

Oka Widana
@ahli_keuangan
www.ahlikeuangan_indonesia.com
okawidana.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar