Senin, 29 April 2013

Uje


Almarhum Jefri Al Buchori (meninggal 26/04/2013), beken dipanggil dengan Ustad Jefri atau Uje, memang fenomenal.   Uje dikenal sebagai ustad gaul, karena dalam mengantarkan ceramahnya mengambil tema-tema "gue banget", menyampaikan dalam bahasa yang populardan menggunakan gesture yang ramah. Belakangan gaya busana Uje bahkan menjadi acuan, khususnya dalam menggunakan baju muslim. Perjalanan hidupnya, sudah ramai diceritakan diberbagai media TV, surat kabar, tabloid dan blog.

Banyaknya masyarakat yang menyukai sosok maupun isi ceramah Uje, dibuktikan dengan berpuluh ribu orang men-shalati dan mengantarkan jenazah ke pemakaman di Karet Tengsin, Jakarta. Belum lagi puluhan juta pasang mata simpati, yang mengikuti berbagai macam acara TV terkait dengan berpulangnya Uje ini.

Uje, bukannya tanpa kritik, pertama-tama yang ditujukan kepada konten isi ceramahnya. Tidak jelek, karena dalam hal mengajak orang berbuat baik, tak ada istilah jelek. Bagi saya, lebih pas menyebut, jika ceramah agama Uje memang ditujukan untuk lapis masyarakat yang hendak mendengar ceramah agama yang cair. Pendekatan isi ceramah Uje, hal-hal yang ringan utamanya mengenai masalah sehari-hari. Ceramah Uje banyakan berisi nasehat (tausiyah). Bandingkan misalnya dengan isi ceramah Prof. Quraisy Shihab atau Prof. Said Agil Al Munawar yang "heavy", karena berisi hukum dan tafsir Quran. Gaya Uje, lebih menyerupai gaya seorang motivator.

Istilah atau title “ustad”  sebenarnya mengandung pengertian (1) guru atau (2) pakar yang ahli dibidang tertentu dan mengajarkan pada yang lain atau (3) julukan (sebutan) akademis level tinggi di universitas. Pendeknya seorang ustad adalah pakar atau spesialis tingkat tinggi. Contohnya seseorang baru afdol dipanggil ustad, dalam ilmu Sastra Arab  misalnya, apabila ybs memiliki keahlian setidaknya ilmu nahwu, shorof, bayan, badi’, ma’ani, adab, mantiq, kalam, perilaku, ushul fiqih, tafsir dan hadits.

Memang harus diakui khususnya di Indonesia istilah ustad mengalami degradasi makna, sehingga hanya menjadi (1) orang yang memiliki kemampuan ilmu agama (sedikit atau banyak, real atau cuma persepsi) dan (2) bersikap serta berpakaian layaknya orang alim. Nah, parahnya karena ustad merupakan title yang sifatnya kehormatan, maka tak ada lembaga yang melakukan sertifikasi, apakah seseorang benar-benar layak menyandang panggilan ustad. Belakangan banyak pula complen terhadap ustad-ustad karbitan, yang ndompleng tenar melalui TV bahkan infotainment, jadinya keberatan nama. Tapi saya emoh ah, menunjuk hidung, biarlah sidang pembaca mereka-reka siapa yang saya maksud.

Balik ke Uje, saya tegaskan bahwa saya tak dalam posisi menilai Uje layak atau tidak disebut ustad. Saya juga bukan polisi moral. Ya kita berprasangka baik saja.

Akan tetapi, harus akui bahwa gaya hidup Uje (paling tidak sebagaimana yang terungkap lewat media TV) memang beda dengan ustad tradisional yang biasanya hidup sederhana, menghindari sorotan media. Ustad tradisional yang terbilang senior, umumnya memiliki majelis taklim sendiri, membina masjid, mengembangkan pesantren atau sekolah agama. Saya tak paham apakah Uje punya pesantren atau tidak. Yang saya ketahui, Uje memanfaatkan dengan maksimal peran media. Bahkan, bukan hanya uje pribadi yang menjadi sorotan, istri dan anaknya pun terkenal. Uje mirip selebritas, kemana-mana menggunakan mobil tidak murah dan moge.

Saya berpendapat, seorang ustad tak harus miskin, walau tak perlu pamer. Ustad adalah profesi seperti halnya banker dan dokter, sehingga patut menikmati jerih payah dari profesinya. Walau, ada etika, bahwa dalam mengajarkan ilmu agama, termasuk kelas penceramah motivator, tak boleh komersial. Artinya, memberikan ceramah tak boleh menentukan tarif.

Anyway, kita telah kehilangan orang baik, penceramah agama yang bagus dan USTAD yang banyak disukai masyarakat. Uje bukan termasuk golongan ustad yang nyinyir mengomentari hal-hal absurd macam eyang Subur versus Adi Bing Slamet, sotoynya acara Khazanah Trans 7, kontroversi ucapan Natal dst. Uje, yang saya ingat dalam berbagai ceramahnya, istiqomah mengajak orang berbuat baik.

Sesungguhnya semua berasal dari Allah dan akan kembali kepadaNya. 


Oka Widana
www.okawidana.blogspot.com
www.ahlikeuangan-indonesia.com
www.solusi-kampiun.blogspot.com
@owidana
@ahli_keuangan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar